Saturday, August 23, 2008

PELUANG DAN TANTANGAN KREDIT MIKRO

Sampai kini sumbangan UMKM untuk pertumbuhan ekonomi sekitar empat persen, kalau UMKM diberdayakan tentu sumbangannya untuk pertumbuhan ekonomi semakin besar. Sedangkan potensi pertumbuhan dana perbankan yang berjumlah Rp. 106 trilun untuk tahun 2005 akan disalurkan untuk kredit sektor UMKM sebesar Rp. 60,44 triliun. Ada pula pengalokasian dana keuntungan BUMN sebesar 1-3 persen untuk pemberdayaan UMKM. Kelonggaran tarik dana Surat Utang Pemerintah (SUP) No. 005 sebesar Rp. 1.474 triliun. Pengalokasian dana kompensasi BBM bagi UMKM sebesar Rp. 250 miliar untuk subsidi bunga. Selain itu, ada bantuan kredit lunak kepada UMKM dari Pemerintah Swiss sebesar 100 juta dolar AS (Rp. 999 miliar) untuk para pengusaha mikro dan kecil untuk selanjutnya di ekspor ke Eropa.
Menurut Deputy Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, target dana perbankan yang akan disalurkan kepada UMKM sebesar Rp. 60, 4 triliun tahun 2005, dalam realisasinya mungkin akan lebih besar. Tahun 2004 angka realisasi kredit yang diberikan perbankan kepada UMKM mencapai 187 persen dari target. Menurut data dari Bank Indonesia, ekspansi netto kredit perbankan yang disalurkan ke UMKM sampai dengan triwulan ke empat tahun 2004 mencapai 72 triliun, dari rencana bisnis perbankan sebesar Rp. 38,5 triliun. Padahal pada tahun 2003 hanya tersalurkan sebesar Rp. 63,8 persen dari rencana bisnis sebanyak Rp. 42,3 triliun. Sedangkan kredit bermasalah NPL (Non Performing Loan) UMKM tahun 2004 hanya 3,44 persen. Jadi pengembalian kredit UMKM rata-rata secara nasional sangat bagus.
Rasio kecukupan modal CAR (Capital Adequasi Eatio) bank dan kemampuna manajemen risiko bank jauh lebih baik.
Ketidakpastian politik dan keamanan sudah sangat berkurang. Dengan demikian, margin yang diminta bank perlahan akan menurun dengan sendirinya. Suku bunga kredit tentunya akan turun.
Yang perlu mendapat perhatian adalah hal-hal sebagai berikut :
Pertama, pengusaha mikro sebagai obyek utama, berarti orientasinya kepada si pelakunya yang tidak lain orang yang memang kemampuan usahanya berskala mikro.
Kedua, Yang berkaitan dengan persepsi. Seringkali persepsi pengusaha mikro selalu dikaitkan sebagai gugus pengusaha yang harus dikasihani. Dengan landasan pemikiran seperti itu, yang muncul dalam ide biasanya dikaitkan dalam berbagai bentuk charity (amal atau hibah). Jadi esensinya tetap harus disertai rasa tanggung jawab untuk mengembalikan dan penekanannya kepada kelayakan usaha.
Ketiga, ada semacam keterlanjuran kalau bentuk perhatian kepada pengusaha kecil itu diartikan secara harfiah dalam bentuk yang terbatas. Misalnya dalam pameran pengusaha kecil, yang ditampilkan biasanya antara lain: kerajinan tangan, souvenir, baju, batik, sarung. Sangat jarang pada saat pameran yang ditampilkan adalah pengusaha kecil yang punya value chain (keterkaitan langsung) dengan industri. Di Cina, pngusaha kecil terlibat langsung secara aktif dalam kegiatan pembuatan baut dan mur serta produk-produk komponen untuk kebutuhan industri elektronika dan otomotif.
Keempat, semacam mitos bila memperdayakan pengusaha mikro/kecil berarti yang paling penting adalah penyediaan kredit (permodalan). Padahal entitas bisnis selalu memerlukan empat faktor produksi, yaitu lahan tempat usaha, sumber daya manusia, teknologi dan permodalan. Jadi kalau yang diberikan hanya kredit, maka yang teratasi hanya satu faktor kemiskinan saja.
Kelima, diperlukan adanya perubahan persepsi mengenai siapa yang memberikan permodalan, ada kecendrungan kalau kredit seharusnya dari bank.
Menurut pendapat saya, permodalan untuk pengusaha mikro selain bank juga bisa diberikan oleh koperasi simpan pinjam, pegadaian, modal ventura, badan kredit desa dan sebagainya. Lembaga keuangan mikro di Indonesia yang jumlahnya banyak dan sudah berpengalaman sebaiknya ada sinergi untuk membantu pengusaha mikro, baik melalui bank maupun lembaga non bank. Dengan demikian yang lebih penting adalah program kebijakannya yang seharusnya ditujukan kepada upaya peningkatan posisi tawar pengusaha mikro agar mendapatkan leveling field yang sama dengan para pengusaha lainnya.
Ditingkatkannya posisi tawar akan menciptakan suatu kepemilikan yang menurut Ferdianand de Sato akan mengundang modal (ownership create the capital). Dengan demikian selain menciptakan financial safety net juga social safety net.

Sumber :
Kunci Sukses Kredit Mikro; Karangan : Soetanto Hadinoto dan Djoko Retnadi

No comments: